Pada tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia diumumkan kepada dunia internasional melalui radio oleh Sukarno dan Muhammad Hatta di tempat kediaman Sukarno Jalan Pegangsaan Timur (sekarang jalan Proklamasi No. 59) Jakarta. Proklamasi tersebut merupakan suatu gerakan besar seluruh rakyat Indonesia yang ingin merdeka dan membentuk negara sendiri yang terbebas dari penjajahan.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Sukarno dan Muhammad Hatta terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Berita proklamasi tersebut pada tanggal 20 Agustus 1945 diterima secara resmi di Kota Bengkulu dan dibentuklah suatu badan yang menyusun pemerintah Republik Indonesia di Bengkulu.
Pada tanggal 3 Oktober 1945, Ir. Indra Tjaya diangkat oleh Mr. T.M. Hasan (Gubernur Sumatera yang berkedudukan di Pematang Siantar – Sumatera Utara) sebagai Residen Bengkulu. Setelah beliau diangkat sebagai Residen Bengkulu, Ir. Indra Tjaya mengadakan perundingan dengan Residen (Syucokang) Jepang, Z. Inomata untuk menyerahkan daerah Keresidenan Bengkulu kepada Pemerintah Republik Indonesia. Setelah diadakan beberapa kali perundingan maka pada tanggal 27 Oktober 1945, dilakukan penyerahan Pemerintahan Keresidenan Bengkulu oleh Jepang kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Pada awal tahun 1946, terjadilah krisis pemerintahan sipil di Bengkulu, dimana Badan Pekerja Harian Nasional Indonesia (BPHNI) menuntut reorganisasi pemerintahan diseluruh Keresidenan Bengkulu, akibatnya pada tanggal 21 Naret 1946 Residen Ir. Indra Tjaya secara resmi meletakkan jabatan. Tanggung jawab sebagai residen sepenuhnya diserahkan kepada BPHNI dan pada tanggl 23 Maret 1946 BPHNI mulai melaksanakan reorganisasi pemerintahan diseluruh Keresidenan Bengkulu.
Namun karena terjadinya kekisruan yang diakibatkan tidak diakuinya BPHNI oleh sebagian besar Kepala Marga di Curup maka pada tanggal 28 April 1946, Mr. Hazairin (Ketua Pengadilan Negeri Sibolga – Putera Daerah Bengkulu) diangkat oleh Mr. T.M. Hasan sebagai Residen Bengkulu. Mr. Hazairin dengan segala kemampuannya segera bertindak untuk kembali menyusun pemerintahan daerah Bengkulu yang morat marit dengan bijaksana serta tidak merugikan pihak manapun malahan seluruh komponen diajak melaksanakan tugas, kewajiban dan tanggung jawab secara bersama-sama.
Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 10 tanggal 15 April 1948, Provinsi Sumatera dibagi menjadi 3 (tiga) Provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Tengah dan Provinsi Sumatera Selatan dan di atasnya, sebagai wakil Pemerintah Pusat RI dibentuk Lembaga Komisariat Pemerintah Pusat yang berkedudukan di Kota Bukit Tinggi dimana Mr. T.M. Hasan sebagai Ketua dan Mr. A. Sidik sebagai Pemimpin Sekretariat Pemerintah Pusat.
Dengan ketetapan undang-undang Nomor 10 tersebut, Keresidenan Bengkulu yang tadinya dalam lingkungan Provinsi Sumatera masuk kedalam lingkungan Provinsi Sumatera Selatan dengan Gubernur M. Isa yang berkedudukan di Kota Curup.
Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melanggar perjanjian Renville dengan menyerang daerah-daerah Republik Indonesia yang masih belum didudukinya termasuk Keresidenan Bengkulu.
Pada tanggal 25 Desember 1947, Gubernurr M. Isa telah berada di Kota Curup mengepalai pemerintahan Provinsi Sumatera selatan.
Pada tanggal 23 Desember 1948, Daerah Sumatera Selatan dijadikan satu Daerah Militer dibawah pimpinan A.K. Gani sebagai Gubernur Militer yang juga berkedudukan di Kota Curup. Akibat agresi Militer Belanda tersebut, Gubernur M. Isa, Gubernur Muiliter A.K. Gani dan Residen M. Hazairin menyingkir ke Kota Muara Aman dan Pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan dipindahkan ke Kota Muara Aman.
Pada tanggal 26 November 1949, di Bengkulu Selatan dibentuk satu Delegasi Militer dibawah pimpinan Letnan Kolonel Barlian, Komandan Sub Territorium Bengkulu, untuk menerima serah terima seluruh daerah Bengkulu dari Belanda. Delegasi ini sampai di Kota Bengkulu pada tanggal 29 November 1949, pada tanggal 30 November 1949 sampai di Bengkulu Delegasi Pemerintahan Sipil dari Bengkulu Utara yang dipimpin oleh Mr. Hazairin, Wakil Gubernur Militer Daerah Istimewa Sumatera Selatan.
Sejak tanggal 2 Desember 1949 dari Kota Bengkulu, Komandan Sub Territorium Bengkulu memberikan instruksi seperlunya mengenai segala hal yang menyangkut pengisian daerah-daerah yang akan ditinggalkan pasukan Belanda.
Mulai tanggal 7 sampai dengan 10 Desember 1949 TNI mengisi kembali tempat-tempat yang telah ditinggalkan Belanda, yaitu pada tanggal 8 Desember 1949 TNI masuk ke Kepahiang dan Curup, 10 Desember masuk ke Muara Aman dan 11 Desember 1949 masuk ke Kota Bengkulu, sehingga mulai tanggal 11 Desember kekuasaan Belanda dalam wilayah Keresidenan Bengkulu telah berpindah kembali kepada Negara Republik Indonesia (NRI).
Pada tanggal 11 Desember 1949 juga dikeluarkan 1 (satu) Maklumat kepada seluruh penduduk dalam Keresidenan Bengkulu yang ditandatangani oleh Mr. Hazairin, Residen Bengkulu, dan Barlian, Letnan Kolonel Komandan Sub Territorium Bengkulu, yang berbunyi :
MAKLUMAT
- Diberitahukan kepada seluruh penduduk Daerah Bengkulu, bahwa mulai tanggal 11 Desember 1949, kekuasaan Belanda dalam Wilayah Territorial Bestuurs Adviseur Bengkulu (TBA) di Keresidenan Bengkulu telah berpindah kembali seluruhnya kepada Negara Republik Indonesia (NRI).
- Dengan pemindahan kekuasaan itu, maka sempurnalah sudah pelaksanaan “cease hostilities” (penghentian perusuhan) antara Belanda dengan Republik Indonesia bagi daerah Bengkulu (bagi lain-lain daerah Republik sedang disempurnakan), sehingga dengan demikian bersihlah jalan menuju pemindahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda dan Negara Republik Indonesia (NRI) kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) yang akan berlaku beberapa minggu lagi.
- Dengan pemindahan kedaulatan itu, maka NRI akan menjadi negara bagian dalam RIS, dan akan berdiri pula perikatan kerja sama (uni) antara Kerajaan Belanda dan RIS yang merupakan pertalian persahabatan yang sangat akrab.
- Diperintahkan kepada tiap-tiap orang bahwa kita bangsa Indonesia tidak lagi bermusuh-musuhan dengan bangsa Belanda , dengan demikian tentu juga tidak lagi bermusuh-musuhan dengan orang-orang yang pernah bekerja sama atau membantu Belanda selama perjuangan antara Republik Indonesia dengan Belanda pada masa sedih yang telah silam.
- Sekarang diseluruh daerah Bengkulu dipertanggungjawabkan kepada TNI buat menjaga dan menjamin ketertiban umum, ketenteraman dan keselamatan bagi semua orang tidak pandang siapa dia, meskipun bekas penghianat bangsa sekalipun. Dipermaklumkan, bahwa TNI tidak dibolehkan lagi mencampuri urusan Kepolisian biasa dan pemerintahan umum.
- Keselamatan Jiwa, harta benda, rumah tangga dan perekonomian (perusahaan, perdagangan dan lalu lintas) dijamin oleh pemerintah NRI dengan semua alat-alat kekuasaannya.
- Tidak dibolehkan orang merasa cemas atau takut atau was-was terhadap sesuatunya, jika ada perasaan yang serupa itu hendakla lekas dikemukakan kepada alat-alat pemerintahan.
- Sebaliknya, tidak di izinkan orang mengadakan provokasi (bisikan-bisikan, hasutan-hasutan, kelakuan, dan perbuatan permusuhan) yang akan mendatangkan kekacauan, kecemasan, ketakutan, pendeknya yang hendak menggangu ketenteraman dan rukun damai dikalangan penduduk.
- Barang siapa yang mengadakan provokasai sebagai dimaksud itu, akan dikenakan hukuman berat, mungkin sampai hukuman mati.
- Semua peraturan yang berlaku saat itu, meskipun aturan-aturan Pemerintah TBA tetap berlaku asal tidak bertentangan dengan perjanjian-perjanjian Naskah Timbang Terima Kekuasaan yang telah ditandatangani tanggal 11 Desember 1949 dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar NRI, semuanya berlaku sampai tiba waktunya diubah oleh yang berhak mengatur.
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bengkulu (DPB) dan Dewan Kota Bengkulu dalam bentuk dan susunanya pada tanggal 19 Desember 1948 diperpanjang usianya sampai ia dibubarkan secara resmi.
- Dewan-dewan marga, kepala-kepala marga, kepala-kepala dusun, kepala-kepala pasar, datuk-datuk di kota Bengkulu, pemangku-pemangku, dan pegawai-pegawai mesjid, berdasarkan aturan yang ditandatangani 11 Desember 1949, meskipun sekali ada diantaranya yang mendapat pengakuan dari Pemerintah TBA tetap bekerja terus sampai semuanya itu diubah atau diganti (atas alasan-alasan yang syah) menurut peraturan NRI dalam daerah Bengkulu bagi semua urusan tersebut. Jika disesustu tempa terdapat kebimbangan disebabkan adanya dua orang atau lebih kepala adat (atau pegawai-pegawai agama) yang menganggap dirinya sama-sama berkuasa, maka jika tidak ada ukuran yang lain buat menentukan siapa yang berhak benar, akan diadakan pemilihan selekas-lekasnya. Dalam menunggu pemilihan, maka kepala adat (atau pegawai agama) yang ditunjuk oleh TBA itulah yang meneruskan pekerjaan buat sementara waktu.
- Semua pegawai, meskipun yang diangkat oleh Pemerintah TBA tetap bekerja terus dalam pangkat dan derajatnya sebagai tercantum pada aturan tanggal 11 Desember 1949 sampai saat ini diadakan perubahan menurut “Naskah Timbang Terima Kekuasaan”.
- Uang Belanda, uang NRI, uang daerah Dmiss, propinsi, dan keresidenan dipergunakan bersama-sama dalam bekas wilayah TBA tersebut atas kurs pasaran sampai urusan mata uang diatur lebih lanjut.
- Rakyat dan semua penduduk dari seluruh lapisan, golongan partai dan kebangsaan, berkasih-kasihanlah kamu, hiduplah dengan tenteram, tolong-menolong, harga-menghargai, hormat-menghormati; hilangkan perasaan dendam, benci, dan permusuhan. Muda-mudahan Tuhan Yang Maha Esa menurunkan rahmat-Nya atas kita sekalian.
Pada tanggal 17 Agustus 1950 Negara RIS resmi dibubarkan dan dibentuk negara kesatuan baru yang diberi nama Republik Indonesia (RI), yang dibagi menjadi 10 provinsi yang mempunyai otonomi. Berdasarkan Undang-undang No. 3 tahun 1950 Junkto U. U No. 25 tahun 1959 ditetapkan sebagai keresidenan dalam lingkungan Provinsi Sumatera Selatan.
Pada tanggal 27 Desember 1949 keresidenan Bengkulu pulih kembali dan Bupati M. Hasan diangkat sebagai Residen Bengkulu. Kota Bengkulu merupakan kota yang mati lagi dan terisolisasi sama sekali dari dunia luar. Setelah negara kesatuan Republik Indonesia baru terbentuk pada tanggal 17 Agustus 1950, Pemerintah pusat hampir tidak memperhatikan keadaan didaerah, kabinet silih berganti sehinggah Pemerintah daerah terpaksa memecahkan keadaan daerahnya dengan caranya sendiri-sendiri, tanpa dana dan bantuan dari Pemerintah Pusat.
Keadaan terisolasi dan terbengkalai yang jauh dari sentuhan pembangunan selama lebih dari 30 tahun mengakibatkan daerah Bengkulu jauh ketinggalan hampir disegala bidang bila dibandingkan dengan daerah lain. Pada masa itu banyak orang Indonesia tidak mengetahui bahwa sebagian dari negara Kesatuan Republik Indonesia ini terdapat daerah Bengkulu yang merupakan komponen aktif dalam perjuanagan pembangunan bangsa dan negara Kesatuan RI.
Pada tahun 1950 sampai tahun 1966 adalah masa saling perebutan kekuasaan (kabinet) di antara partai-partai politik yang besar, di antaranya partai Masyumi, PNI, dan PKI dengan sistem demokrasi parlementer Eropa Barat. Sistem itu mengakibatkan tidak adanya stabilitas politik, inflasi, dan lambatnya rencana pembangunan.
Keadaan semakin mengkhawatirkan dengan timbulnya gerakan separatis “Republik Maluku Selatan”(RMS) dan gerombolan “Darul Islam” yang merongrong negara RI dan lainnya. Sehinggah terjadilah “Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia, atau dikenal denagn sebutan G. 30 S/PKI.
Pada tahun 1962 timbul Badan Perjuangan Bengkulu yang diprakarsai oleh sekelompok tokoh masyarakat daerah untuk menjadikan Bengkulu sebagai sebuah propinsi. Namun, perjuangan yang terjadi ditengah krisis politik dan ekonomi negara, ditambah dengan kuatnya pengaruh PKI pada pemerintah pusat di Jakarta. Dengan ditumpasnya G. 30. S/PKI dan terjadilah peralihan pemerintahan orde lama ke pemerintahan orde baru, membawa harapan pada perjuangan Bengkulu untuk menjadi provinsi harapan itu ternyata terwujud. Perjuangan selama ini dilakukan dengan gigih akhirnya berhasil.
Pada tanggal 18 November 1968, atas dasar UU No. 9/1967 Junkto Peraturan Pemerintah No. 20/1968, Keresidenan Bengkulu diresmikan menjadi salah satu Provinsi di Republik Indonesia yang ke-26 dengan Ali Amin sebagai Gubernur Bengkulu.
Sumber: http://blog.uad.ac.id/anto_eko
Artikel di sarikan oleh: Ir. Herawansyah, M.Sc., MT
0 komentar:
Posting Komentar